Etika Governance

1.    Pengertian Etika

Etika berasal dari bahasa yunani ‘ethos yang berarti kebiasaan atau watak. Konsep etika berarti ilmu pengetahuan tentang akhlak atau moral. Etika adalah ilmu tentang tingkah laku manusia, prinsip-prinsip tentang tindakan moral yang benar. Etika sebagai ilmu yang mencari orientasi sangat dipengaruhi oleh lingkungan seperti adat istiadat, tradisi, lingkungan sosial, ideologi, agama, Negara, dan lain-lain. Etika merupakan nilai-nilai hidup dan norma-norma serta hukum yang mengatur tingkah laku manusia. Etika suatu refleksi kritis atau studi mengenai perilaku manusia yang mendasari perilaku faktual, filsafat mengenai moralitas dan merupakan ilmu pengetahuan yang sifatnya normatif dan praktis. Istilah etika dan etik memiliki perbedaan pengertian yang relative dan sangat samar.

Etika adalah ilmu akhlak yang mebahas pola-pola aturan tentang nilai-nilai kesusilaan. Tata aturan tersebut perlu, harus bahkan wajib dilaksanakan. Bagi seseorang yang mematuhi aturan tersebut dan mengetahui masalah etika, amat terpuji apabila tindakannya berpegang pada aturan tersebut. Tindakan yang memberlakukan aturan etika itu disebut tindakan etik dan sifat pelaksanaan tindakan tersebut disebut etis. Tata aturan dalam etika disebut norma atau kaidah yang berisi baik dan buruknya perbuatan sesuai dengan ukuran dan tingkat kemajuan kebudayaan dan peradaban masyarakat yang menganut dan mematuhi norma atau kaidah tersebut.

2.    Pengertian Pemerintah

Government dari bahasa Inggris dan Gouvernment dari bahasa Perancis yang keduanya berasal dari bahasa Latin yaitu, Gubernaculum yang berarti kemudi, tetapi diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi Pemerintah atau Pemerintahan dan terkadang juga menjadi penguasa. Pemerintah dalam arti sempit dimaksudkan khusus kekuasaan eksekutif sedangkann dalam arti luas kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Pemerintah dalam arti sempit pernah berlaku di Indonesia yaitu, UUD 1945, UUDS 1950, dan UUD Konstitusi RIS 1949. Pemerintahan dalam arti luas adalah segala kegiatan badan-badan publik yang meliputi kegiatan legislatif, eksekutif, dan yudikatif dalam usaha mencapai tujuan negara. Pemerintahan dalam arti sempit adalah segala kegiatan badan-badan publik yang hanya meliputi kekuasaan eksekutif. (C.F. Strong)

3.    Etika Pemerintah
Aparatur negara dan pemerintah mempunyai tugas mendidik rakyat. Mendidik orang lain berarti mendidik diri sendiri karena itu, seorang pemimpin atau pelaksana negara yang sadar akan kewajibannya sebagai pendidik hendaknya berusaha agar dalam kehidupan sehari-hari menjadi contoh teladan, panutan bagi umum dan kesusilaan. Begitupun dalam usahanya sehari-hari selalu memperhatikan kemajuan lahir batin masyarakat. Ajaran untuk berperilaku yang baik dan benar sesuai dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat manusia disebut etika pemerintah. Selain itu, etika pemerintah juga merupakan bagian dari praktek yurisprudensi atau filosofi hukum yang mengatur operasi dari pemerintah dan hubungannya dengan orang-orang dalam pemerintahan. Perinsip-prinsip etika harus disesuaikan dengan keadaan, waktu, dan tempat. Prinsip-prinsip etika yang bersifat authority, yang bersifat perintah menjadi suatu peraturan sehingga kadang-kadang merupakan atribut yang tidak bisa dipisahkan.
Etika digantungkan dengan authority menghendaki orang harus tunduk pada perintah. Sedangkan pemerintah mempunyai sifat authority, sifat memaksakan. Pemerintah tidaklah sama dengan masyarakat. Disinilah letak sulitnya mempelajari etika pemerintahan. Pemerintah tidak dapat melaksanakan perintah sekehendaknya yang bertentangan dengan nilai etika masyarakat.

Etika Dalam Fungsi Pemerintahan
  • Etika Dalam Proses Kebijakan Publik ( Public Policy Etic )
  • Etika dalam Pelayanan Punblik ( Public Service Etic )
  • Etika dalam Pengaturan dan Penataan Kelembagaan Pemerintahan ( Rule and administer institutional etic)
  • Etika dalam Pembinaan dan pemberdayaan Masyarakat (Guide and social empowering etic)
  • Etika dalam Kemitraan antara pemerintahan, pemerintah dengan swasta, dan dengan masyarakat ( Partnership governmental, private and sosiety etic )
Etika pemerintah mencakup isu-isu kejujuran dan transparansi dalam pemerintahan, berurusan dengan hal-hal seperti: 


1.    Penyuapan
Suatu bentuk korupsi adalah tindakan memberikan hadiah yang dapat berupa uang, barang, properti , keutamaan , keistimewaan , honorarium , objek nilai, keuntungan, atau hanya janji untuk membujuk atau mempengaruhi tindakan, suara, atau pengaruh seseorang dalam resmi atau kapasitas publik.

2.    Korupsi Politik
Korupsi politik adalah penggunaan kekuasaan diatur oleh pejabat pemerintah untuk keuntungan pribadi tidak sah. Penyalahgunaan pemerintah kekuasaan untuk tujuan lain, seperti represi lawan politik dan umum kebrutalan polisi , tidak dianggap korupsi politik. Baik adalah tindakan ilegal oleh orang pribadi atau perusahaan tidak terlibat langsung dengan pemerintah. Tindakan ilegal oleh sebuah officeholder merupakan korupsi politik hanya jika tindakan secara langsung berkaitan dengan tugas resmi mereka. Bentuk korupsi beragam, tapi termasuk penyuapan, pemerasan, kroniisme, nepotisme, patronase, korupsi, dan penggelapan. Sementara korupsi dapat memfasilitasi perusahaan kriminal seperti perdagangan narkoba, pencucian uang, dan perdagangan manusia, tidak terbatas pada kegiatan ini.

3.    Polisi Korupsi
Korupsi Polisi adalah bentuk spesifik dari perilaku salah polisi yang dirancang untuk memperoleh keuntungan keuangan, keuntungan pribadi lainnya, dan/atau pengembangan karir bagi petugas polisi atau petugas dalam pertukaran untuk tidak mengejar, atau selektif mengejar, penyelidikan atau penangkapan. Salah satu bentuk umum dari korupsi polisi adalah meminta dan / atau menerima suap sebagai imbalan untuk tidak melaporkan obat terorganisir atau cincin prostitusi atau kegiatan ilegal lainnya. Contoh lain adalah polisi polisi melanggar kode etik dalam rangka untuk mengamankan keyakinan tersangka - misalnya, melalui penggunaan bukti yang dipalsukan. Lebih jarang, petugas polisi bisa sengaja dan sistematis berpartisipasi dalam kejahatan terorganisir sendiri.

4.    Legislatif Etika / Kode Etik
Sebuah kode etik yang diadopsi oleh organisasi dalam upaya untuk membantu mereka dalam organisasi dipanggil untuk membuat keputusan (biasanya sebagian besar, jika tidak semua) memahami perbedaan antara 'benar' dan 'salah' dan menerapkan pemahaman ini untuk keputusan mereka . Kode etik karena itu umumnya berarti dokumen yang ada di tiga tingkat: (1) etika bisnis perusahaan, (2) etika karyawan, (3) etika professional.

5.    Peraturan Etika
Peraturan etika/etika Regulatory adalah badan hukum dan praktis filsafat politik yang mengatur pelaksanaan pegawai negeri dan anggota lembaga regulator. Ini membahas isu-isu seperti penyuapan dan hubungan pegawai negeri dengan bisnis dalam industri mereka mengatur, serta kekhawatiran tentang transparansi, kebebasan informasi dan undang-undang sinar matahari, dan konflik kepentingan aturan.

6.    Konflik Kepentingan
Suatu konflik kepentingan (COI) terjadi ketika sebuah individu atau organisasi yang terlibat dalam berbagai kepentingan, salah satunya mungkin korup motivasi untuk bertindak dalam lainnya. Suatu konflik kepentingan hanya bisa ada jika seseorang atau kesaksian yang dipercayakan dengan tidak memihak beberapa, sebuah jumlah sedikit kepercayaan diperlukan untuk menciptakannya. Kehadiran konflik kepentingan adalah independen dari eksekusi dari ketidakpantasan. Oleh karena itu, konflik kepentingan dapat ditemukan dan sukarela dijinakkan sebelum korupsi terjadi. COI kadang-kadang disebut persaingan kepentingan daripada "konflik", menekankan konotasi alam persaingan antara kepentingan sah daripada konflik kekerasan dengan konotasi yang menjadi korban dan agresi tidak adil. Namun demikian, denotatively, ada terlalu banyak tumpang tindih antara istilah untuk membuat diferensiasi objektif.

7.    Menghindari Munculnya Ketidakpantasan
Munculnya ketidakpantasan adalah frase merujuk pada situasi yang etika dianggap dipertanyakan. Untuk seorang awam , tanpa pengetahuan tentang fakta-fakta tertentu, komentar atau tindakan tersebut muncul tidak pantas atau pelanggaran terhadap aturan atau regulasi.

8.    Pemerintah Terbuka/ Transparan
Pemerintahan yang transparan adalah mengatur doktrin yang memegang bahwa usaha dan negara administrasi pemerintah harus dibuka di semua tingkatan untuk efektif publik keterbukaan dan pengawasan. Dalam terluas konstruksi itu menentang alasan negara dan rasis pertimbangan, yang cenderung melegitimasi negara yang luas kerahasiaan. Asal-usul argumen pemerintahan yang terbuka dapat tanggal dengan saat Eropa Pencerahan : untuk perdebatan tentang pembangunan yang tepat kemudian baru lahir masyarakat yang demokratis. Di antara perkembangan terbaru adalah teori tata open source yang pendukung penerapan filosofi dari gerakan perangkat lunak bebas untuk demokratis prinsip untuk memungkinkan warga tertarik untuk mendapatkan lebih banyak terlibat langsung dalam proses legislatif.

9.    Etika hukum
Etika hukum mencakup sebuah kode etik yang mengatur perilaku orang-orang yang terlibat dalam praktek hukum dan orang-orang lebih umum di sektor hukum.

Dalam etika pemerintahan, terdapat asumsi yang berlaku bahwa melalui penghayatan yang etis dan baik, seorang aparatur akan dapat membangun komitmen untuk menjadikan dirinya sebagai teladan tentang kebaikan dan menjaga moralitas pemerintahan. Aparatur pemerintahan yang baik dan bermoral tinggi, akan senantiasa menjaga dirinya agar dapat terhindar dari perbuatan tercela, karena ia terpanggil untuk menjaga amanah yang diberikan, melalui pencitraan perilaku hidup sehari- hari. Dalam lingkup profesi pemerintahan misalnya, ada nilai- nilai tertentu yang harus tetap ditegakkan demi menjaga citra pemerintah dan yang dapat menjadikan pemerintah, mampu menjalankan tugas dan fungsinya. Diantara nilai- nilai tersebut, ada yang tetap menjadi bagian dari etika dan adapula yang telah ditranspormasikan ke dalam hukum positif. Contohnya, tindakan kolusi dengan kelompok tertentu, lebih tepat dipandang sebagai pelanggaran etika daripada pelanggaran hukum dikarenakan hukum belum secara rinci mengatur tentang bentuk pelanggaran yang umumnya berlangsung secara diam- diam dan tersembunyi.

    Oleh karena itu, seorang aparatur pemerintah yang ketahuan melakukan tindakan kolusi, sekalipun tidak dapat selalu dituduh melanggar hukum berarti ia dinilai telah melanggar etika, sehingga secara profesional dan moral, tetap dapat dikenakan sanksi. Kolusi merupakan sikap tidak jujur dengan cara membuat kesepakatan tersembunyi  dalam melakukan kesepakatan perjanjian yang diwarnai dengan pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar segala urusannya menjadi lancar.

     Etika pemerintahan seyogyanya dikembangkan dalam upaya pencapaian misi, artinya- setiap tindakan yang dinilai tidak sesuai- dianggap tidak mendukung- apalagi dirasakan dapat menghambat pencapaian misi dimaksud, seyogyanya dianggap sebagai satu pelanggaran etik. Pegawai pemerintah yang malas masuk kantor, tidak secara sungguh-sungguh melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya, minimal dapat dinilai- telah melanggar etika profesi pegawai negeri sipil. Mereka yang menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi- kelompok- atau golongan- dengan merugikan kepentingan umum pada hakikatnya telah melanggar etika pemerintahan.

   Etika pemerintahan mengamanatkan agar pejabat memiliki rasa kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan kepada publik, siap mundur apabila merasa dirinya telah melanggar kaidah dan sistem nilai atau pun dianggap tidak mampu memenuhi amanah masyarakat, bangsa dan negara. Etika ini dimaksud untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efesien dan efektif serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bercirikan keterbukaan, rasa bertanggung jawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan, kesediaan untuk menerima pendapat yang lebih benar walau datang dari orang per-orang ataupun kelompok orang, serta menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.
Etika pemerintahan selalu berkaitan dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hak-hak dasar warga negara dalam selaku manusia sosial. Nilai-nilai keutamaan yang dikembangkan dalam etika kepemerintahan adalah:
1.      Penghormatan terhadap hidup manusia dan hak asasi manusia lainnya.
2.      Kejujuran (honesty) baik terhadap diri sendiri maupun terhadap manusia lainnya.
3.    Keadilan (justice) dan kepantasan, merupakan sikap yang terutama harus diperlakukan terhadap orang lain.
4.      Fortitude, yaitu kekuatan moral, ketabahan serta berani karena benar terhadap godaan dan nasib.
5.      Temperance, yaitu kesederhanaan dan pengendalian diri
6.   Nilai-nilai adama dan sosial budaya termasuk nilai agama agar umat manusia harus bertindak secara profesional dan bekerja keras.

Dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan etika berhubungan erat dengan moral, yang merupakan kristalisasi dari ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturanperaturan dan ketetapan baik lisan maupun tulisan. Etika dan moral mengandung pengertian yang mirip dalam percakapan sehari-hari di dalam masyarakat. Kedua istilah tersebut dimaknai sebagai kesusilaan. Realisasi pengamalan etika dan moral sesorang tampak dari tingkah laku dan kadar kualitas pengematannya sesuai dengan kematangan rohani, jasmani dan pribadinya.

Dengan demikian, etika pada dasarnya berkenaan dengan upaya menjadikan moralitas sebagai landasan bertindak dalam sebuah kehidupan kolektif yang profesional. Ini yang disebut etika praktis, selain itu ada juga filsafat etika atau etika yang diperbincangkan hanya pada tataran filosofis. Etika pemerintahan termasuk dalam etika praktis. Dalam kehidupan masyarakat modern sudah menjadi rumus bahwa setiap profesi memiliki dasar-dasar etikanya sendiri. Nilai-nilai itu kemudian diterjemahkan menjadi semacam code of conduct bagi anggota dari profesi itu. Namun demikian etika profesi bukanlah sesuatu yang sacral dan tak dapat direvisi. Nilai-nilai etika yang hidup dan berlaku dalam suatu masyarakat profesi bukanlah sekadar menjadi keyakinan pribadi bagi para anggotanya, tetapi juga menjadi seperangkat norma yang terlembagakan.

Dengan kata lain, sesuatu nilai etika harus menjadi acuan atau pedoman bertindak yang pelanggaran atasnya akan membawa akibat-akibat moral. Misalnya seseorang yang melanggar etika dapat saja dikucilkan oleh lingkungan profesinya. Pendapat umum yang negatif, yang terbentuk sebagai akibat dari tindak pelanggaran etik seseorang, biasanya merupakan sanksi yang sangat berat untuk ditanggung oleh si pelanggar. Pada tingkat pelanggaran tertentu, biasanya sesuatu nilai etika kemudian ditransformasikan lebih lanjut ke dalam bentuk norma dan bahkan menjadi bagian dari sesuatu aturan hukum yang sanksi bagi pelanggarnya bisa sangat berat. Di sini etika dapat dianggap menjadi sumber dari sesuatu hukum positif. Namun demikian tetap harus dibedakan antara etika dan hukum.

Dalam ruang lingkup etika, sanksi untuk suatu pelanggaran atas nilainya bersifat moral (penurunan harga diri atau semacamnya), sebagaimana ketaatan atasnya juga memperoleh imbalan moral (berupa penghormatan atau semacamnya). Setiap profesi biasanya memiliki standar-standar moral tertentu di dalam memberi reward dan punishment kepada anggotanya, sehubungan dengan penegakan nilai etika profesi yang bersangkutan. Tentu saja nilai-nilai etika yang ingin ditegakkan di dalam suatu lingkungan profesi tidak seluruhnya terformalisasi secara jelas. Biasanya serangkaian nilai akan terbangun menjadi landasan etika yang mengikat sebagai akibat dari sesuatu kejadian yang melibatkan kehormatan atau eksistensi dari sesuatu profesi. Dari sana kemudian disadari akan perlunya nilai-nilai itu diadopsi dan dilembagakan (walaupun tidak selalu tertulis) ke dalam acuan bertindak para anggota. Hal ini berbeda dengan nilai etika yang telah berubah menjadi hukum, yang semuanya sudah tertulis dengan jelas dank arena itu akan lebih efektif penerapannya. Namun betapapun akrabnya hubungan antara etika dan hukum, tidak semua nilai etika akan otomatis menjadi hukum. Tergantung sejauhmana sesuatu nilai mengalami proses akamodasi di dalam sistem sosialnya.

Didalam lingkungan pemerintahan hal yang demikian juga berlaku. Ada nilai-nilai tertentu yang harus ditegakkan demi menjaga citra pemerintah dan menjadikan pemerintah mampu menjalankan misinya. Dari nilai-nilai itu ada yang tetap menjadi bagian dari etika dan ada pula yang telah ditransformasikan kedalam hukum positif. Misalnya perbuatan membuat perjanjian secara tersembunyi untuk memenangkan tender pengadaan barang dan jasa pemerintah anatara pejabat pemerintah dengan pengusaha lebih tepat dipandang sebagai pelanggaran etik. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam kontek pemerintahan etika pemerintahan menjadi landasan moral bagi penyelenggaraan pemerintahan dan dengan demikian dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan etika pemerintahan adalah nilai-nilai etik pemerintahan yang menjadi landasan moral bagi penyelenggara pemerintahan.

Singkatnya setiap warga masyarakat berhak memperoleh pelayanan dan perlakuan yang adil dari pemerintah berdasarkan nilai-nilai etika dan hukum yang berlaku. Etika pemerintahan dengan demikian tidaklah berdiri sendiri. Penegakkannya terjalin erat dengan pelaksanaan prinsip Negara hukum. Itulah sebabnya maka sebuah pemerintahan yang bersih yang segala tingkah laku dan kebijakannya berangkat dari komitmen moral yang kuat, hanya bisa diharapkan dalam Negara hukum. Di dalam Negara kekuasaan pemerintahan yang bersih itu sulit terwujud. Fungsi Etika pemerintahan Secara umum fungsi etika pemerintahan dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan ada dua: yaitu:
1.      Sebagai suatu pedoman, referensi, acuan, penuntun, dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan
2.    Sebagai acuan untuk menilai apakah keputusan dan/atau tindakan pejabat pemerintahan itu baik atau buruk, terpuji atau tercela.

     Didalam implementasinya etika pemerintahan itu meliputi etika yang menyangkut individu sebagai anggota arganisasi pemerintahan, juga meliputi etika organisasi pemerintahan serta etika profesi organisasi pemerintahan, yang ketiganya dalam implementasinya bermuara pada nilai-nilai etis yang terkandung baik pada peraturan perundangan, nilai-nilai agama, nilai-nilai social budaya, nilai-nilai dalam asas penyelenggaraan pemerintahan dan nilai lainnya yang ada kaitannya dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara.

Contoh kasus pelanggaran etika dalam pemerintahan:

Kasus penyelundupan HP
Empat pegawai Bea Cukai di Palembang dan Mataram terseret penyelundupan ribuan BlackBerry dan Iphone yang masuk ke Indonesia pada Februari tahun lalu. Ismadi Setyawan, staf intelijen Bea Cukai Palembang, Sumatera Selatan dan Jimmi Januadri Kepala Seksi Pabeaan di instansi yang sama divonis 5 tahun penjara pada Jumat 17 Januari 2014 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palembang. Adapun I Made Ari Kusuma Bayu, pejabat pelaksana dan pemeriksa Bea Cukai Mataram dan Nengah Sumardana Kepala Subseksi Intelijen di instansi yang sama menghadapi proses persidangan di Pengadilan Tipikor Mataram pada Kamis kemarin, 30 Januari 2014.
Ismadi dan Jimmi serta Made Ari dan Nengah diduga bersekongkol untuk meloloskan BlackBerry dan Iphone milik Caesar Muhni Rizal tanpa pemeriksaan mesin pemindai (X-Ray). Telepon seluler dalam 19 koper dan tas sebanyak 4.428 unit senilai Rp 20 miliar masuk Bandar Udara Internasional Lombok pada 11 Februari 2013. Dua pekan kemudian telepon seluler sebanyak 4.764 unit dalam 16 koper dan tas masuk lewat Bandar Udara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang. "Semua barang milik Caesar Muhni Rizal,' kata Agung Setya. Aliran dana suap yang terendus penyidik dengan modus kartu anjungan tunai mandiri (ATM) atas nama Hasan, suruhan Caesar, dipegang Ismadi dan Made Ari. Modus yang sama dilakukan Heru Sulastyono, Kepala Subdirektorat Ekspor Bea Cukai Pusat dan Hendrianus Langen Projo, Kepala Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Entikong, Kalimantan Barat, yang kini diterungku Bareskrim Polri. Keduanya juga disidik oleh Agung Setya.

Polisi menemukan penarikan tunai Rp 65 juta yang dilakukan Ismadi dan transfer uang sebesar Rp 190 juta kepada Jimmi. Penarikan dan transfer itu menggunakan kartu ATM Hasan. Adapun kepada Made Ari diduga ada transfer ratusan juta rupiah. Peraturan yang dilanggar: Pasal 3 dan 6 UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagaimana diubah UU Nomor 25 Tahun 2003 dan Pasal 3 dan 5 UU Nomor 8 Tahun 2010. Pasal 5 ayat 2, Pasal 12 huruf a dan huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 Pasal 55 KUHP dan Pasal 56 KUHP.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Akuntansi Komparatif Amerika dan Inggris

PERDAGANGAN LUAR NEGERI